masukkan script iklan disini
AsupanKita.com - Nasib buruk menimpa satu keluarga di Desa Winetin, Minahasa Utara, Sulawesi Utara usai dikucilkan oleh warga setelah mendapat stigma buruk sebagai orang dalam pengawasan (ODP) virus corona atau Covid-19.
Saat ini, Agustin Sigarlaki dan istrinya Elly Lasaheng terpaksa memilih hidup di mobil yang terparkir di tengah hutan. Bahkan mereka juga harus mengajak anak bungsungnya Meilany hidup bersama mereka.
Lantas, seperti apa kisah miris keluarga yang dikucilkan akibat jadi ODP corona ini?
Dilansir dari Kumparan.com, Rabu (15/4), Agustin menceritakan awal mula dirinya harus hidup di tengah hutan belantara dengan memanfaatkan mobilnya sebagai sebuah rumah saat tetangganya dinyatakan positif corona.
Jarak rumahnya yang begitu dekat dengan pasien positif corona itu ternyata membuat masyarakat desa menganggap Agustin dan keluarganya sebagai ODP corona.
“Entah mengapa, kami disebut sebagai ODP. Mungkin karena rumah pasien positif corona berjarak tak jauh dari rumah,”
Kekhawatiran warga Desa Winetin sendiri makin menjadi setelah Dinas Kesehtan Kabupaten Minahasa Utara datang melakukan pengecekan dengan menggunakan APD lengkap.
Agustin yang memiliki sebuah warung di rumahnya mulai merasakan kejanggalan, pelanggan yang biasanya cukup banyak berdatangan tiba-tiba mulai sepi.
Bahkan, situasi ini semakin memburuk usai tak ada satupun warga yang datang untuk membeli di warungnya.
“Dari pagi sampai makan tidak ada satupun orang datang belanja, padahal warung kami ini lumayan ramai. Terasa sekali,” jelasnya.
Kecurigaan terkait adanya pengucilan ini semakin terasa setelah pemerintah daerah mulai memberikan bantuan, tapi keluarganya sama sekali tidak mendapatkan apapun.
“Bahkan, hukum tua di desa kami, waktu kasih tahu kami belum dapat bantuan, itu dia bicara dari kejauhan. Kami tentu merasa sangat dikucilkan,” ucanya sedih.
Agustin membuat tenda-tenda di hutan usai dikucilkan karena jadi ODP Corona | kumparan.com
Stigma buruk yang terus dialamatkan kepada keluarganya, membuat Agustin akhirnya memilih hidup di tengah hutan dengan menyulap mobil pick up-nya sebagai rumah.
“Inilah yang kemudian muncul ide kami untuk tinggal saja di hutan, daripada terasa diasingkan,”
NIatnya semakin membulat setelah pasien positif corona di desanya meninggal dunia. Agustin merasa khawatir bila tertular dan stigma di masyarakat makin membuatnya dikucilkan.
“Waktu dengan (pasien corona) meninggal, saya ketakutan. Karena sudah seperti itu, kami putuskan tinggal di hutan saja,” jelasnya.
Agustin pun membuat sebuah tenda di bagian belakang mobilnya sebagai tempat tidur istri dan anaknya. Dia merasa piliha hidup seperti ini bisa menjadi solusi isolasi hingga kondisi kembali kondusif.
“Ya kami disini sekaligus isolasi dulu. Nyamuk, dingin dan yang lain tentu kami rasa, tapi biarlah dulu sampai kondisi membaik,” ucap Agustin pasrah.
Stigma buruk yang terus menjadi momok bagi para pasien corona dan orang disekitarnya memang sedang menjadi perhatian.
Hal ini tidak lepas dari banyaknya reaksi berlebihan beberapa masyarakat pada para pasien positif corona. Bahkan, ada yang sampai menolak dengan menggunakan parang dan batu.
Semoga kita semua bisa bersikap dewasa dalam menyikapi situasi ini. Kuncinya adalah dengan menjaga diri sendiri tanpa harus melakukan penghakiman pada orang lain.